Nama Kades Papakaju Terseret Dugaan Perdagangan Hutan Lindung di Luwu, KPH Latimojong Janji Telusuri

SUARAPELOSOK.COM, LUWU – Praktik jual beli lahan di kawasan hutan lindung kembali menjadi sorotan di Kabupaten Luwu. Kali ini, isu tersebut menyeret nama Kepala Desa Papakaju, Kecamatan Suli Barat, yang diduga terlibat dalam pengoperan tanah di Dusun Buntu Makki.

Informasi yang beredar menyebutkan, lahan dengan status hutan lindung itu diduga dipindahtangankan secara bebas oleh oknum pemerintah desa. Bahkan, dokumen pengoperan hak atas tanah kabarnya ikut ditandatangani Kepala Desa Papakaju.

Seorang warga berinisial SR mengaku telah membeli sebidang tanah dari seseorang bernama Mursidi dengan harga Rp50 juta. Namun, setelah mengurus sertifikat hingga ke Badan Pertanahan di Makassar, lahan itu dinyatakan berada di kawasan hutan lindung. “Tanah itu sudah beberapa kali berpindah tangan, saya yang terakhir beli. Waktu cek ke BPN, ternyata masuk hutan lindung,” tutur SR, Selasa (2/9/2025).

Isu ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai peran aparat desa. Jika benar terjadi jual beli, maka tindakan tersebut jelas menyalahi aturan dan berpotensi merusak ekosistem hutan lindung.

Dikonfirmasi terkait dugaan itu, Kepala Desa Papakaju, Tahir Hakim, membantah keras keterlibatannya. Menurutnya, yang terjadi hanyalah pengoperan kebun antarmasyarakat dengan ganti rugi, bukan transaksi jual beli tanah negara. “Saya hanya tanda tangan sebagai pihak yang mengetahui. Kebun itu memang sudah lama digarap warga dan ditanami, bukan hutan perawan,” kata Tahir.

Sementara itu, Kepala KPH Latimojong, Hasrul, menegaskan pihaknya akan mendalami informasi ini. Ia mengingatkan, lahan hutan lindung hanya bisa dikelola dengan izin resmi dari pemerintah pusat, dan tidak boleh dipindahtangankan maupun dijual-belikan. “Di Papakaju tidak ada izin pengelolaan hutan oleh masyarakat. Kalau ada jual beli, itu jelas pelanggaran,” tegasnya, Kamis (4/9/2025).

Kasus ini kembali membuka mata publik bahwa praktik jual beli ilegal di kawasan hutan lindung masih sering terjadi. Jika dibiarkan, hal itu bukan hanya merugikan negara, tetapi juga mempercepat kerusakan lingkungan yang seharusnya dilestarikan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content