SUARAPELOSOK.COM, MAKASSAR – Pagi itu, puluhan kepala desa dari berbagai kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan berbondong-bondong memasuki Kantor Gubernur Sulsel di Jalan Urip Sumoharjo Makassar.
Satu dua orang terlihat berjalan terburu-buru karena tidak ingin terlambat mengikuti pembukaan “Bimbingan Teknis Perluasan Desa Antikorupsi di Sulawesi Selatan”, di Kantor Gubernur setempat, Kamis (13/6), yang dilaksanakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Rakor bersama KPK itu tercatat diikuti 22 kepala desa (kades) dengan rincian 21 kades yang desanya resmi diusulkan sebagai percontohan desa antikorupsi dan seorang Kepala Desa Pakkatto, desa pertama dan satu-satunya di Sulsel yang telah mendapatkan pengakuan dari KPK pada 2022.
Adapun 21 desa yang siap menjalani proses verifikasi, yakni Desa Cendana Putih (Kabupaten Lutra), Desa Sambueja (Maros), Desa Arungkeke (Jeneponto), Desa Lamundre Tengah (Luwu), Desa Ponre-Ponre (Bone), Desa Tompo (Barru), Desa Bottomalangga, Kabupaten Enrekang.
Selanjutnya Desa Bontosunggu (Kepulauan Selayar), Desa Pincara (Kabupaten Pinrang), Desa Balantang (Luwu Timur), Desa Bonto Jai (Bantaeng), Desa Soleha (Sinjai), Desa Marioriaja (Soppeng), Desa Lembang Rante (Toraja Utara), Desa Kassi Loe (Pangkep), Desa Kalosi (Sidrap), Desa Bontokaddopepe (Takalar), Desa Bontonyeleng (Bulukumba), Desa Inalipue (Wajo), serta Desa Lembang Uluway, Tana Toraja.
Para kepala desa memang serius menghadiri acara pagi itu sehingga rela menempuh jarak dengan perjalanan darat berpuluh kilometer, bahkan ratusan kilometer untuk mengikuti rakor bersama KPK.
Bahkan ada yang menyeberangi lautan menggunakan kapal penumpang seperti kepala desa yang berasal dari Kepulauan Selayar sehingga patut ditunggu hasil rakor itu bisa mengukur sejauh mana kemauan dan komitmen para aparat desa untuk mewujudkan daerah yang dipimpinnya menjadi desa antikorupsi.
Pemprov Sulsel menegaskan usulan 21 desa masuk program percontohan desa antikorupsi di Indonesia bukan asal usul.
Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Sulsel A.M. Akbar, menyebut pengajuan itu didasarkan berbagai pertimbangan dan penilaian khusus. Salah satu alasan yang paling umum karena puluhan desa itu selama ini tidak pernah terjerat kasus hukum, khususnya dalam hal pengelolaan dana desa yang diberikan Pemerintah.
Di bawah kepemimpinan Penjabat Gubernur Zudan Arif Fakhrulloh berkomitmen menjaga nama baik dan integritas daerah sehingga hanya mengajukan 21 desa dari 2.266 desa yang tersebar di 24 kabupaten dan kota se-Sulsel.
Selain itu, rekomendasi dari lembaga antirasuah juga tidak sembarangan dikeluarkan. Pemprov Sulsel mengaku sudah mengajukan 21 desa itu sejak beberapa tahun lalu, namun baru Januari 2024 disetujui Direktorat Pembinaan Peran serta Masyarakat (Ditpermas) KPK.
Pemprov Sulsel bersama KPK dalam training of trainers (ToT) telah memetakan desa mana saja yang menjadi perhatian. Desa itu kemudian diobservasi oleh pemerintah daerah masing-masing dan berkoordinasi dengan pemprov.
Para kepala desa yang masuk percontohan kini tengah fokus memperbaiki diri, mulai dengan menata berbagai program kerja yang bertujuan untuk kemajuan desa agar lebih transparan, termasuk berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap program, harus ditampilkan secara terbuka.
Program-program prioritas setiap desa itu diunggah ke dalam laman (website) desa yang telah dibuat. Tujuannya agar siapa pun yang melihat perkembangan proyek atau penganggaran program, bisa mengetahui melalui laman desa.
Desa antikorupsi ini membuat platform tidak berbiaya, dalam arti kata tidak perlu pakai konsultan dan biaya laman.
Sementara desa yang belum memiliki akses internet, karena wilayahnya terpencil, juga bukan alasan untuk tidak memiliki laman. Kepala desa bisa meminta bantuan ke kecamatan atau Diskominfo agar dibuatkan laman sekaligus mengunggah data penting agar bisa diakses masyarakat luas, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang ingin mengklarifikasi laporan masyarakat.
Setelah memiliki laman desa, aparat secara berkelanjutan mengunggah informasi-informasi penting ke laman agar diketahui masyarakat luas.
Kepala desa yang wilayahnya belum dilengkapi jaringan internet atau lancar mengelola laman, dituntut belajar mengunggah agar ketika berada di wilayah berjaringan bisa memasukkan informasi-informasi desanya ke laman masing-masing.
Diskominfo Sulsel telah menggelar bimtek untuk mengatasi kendala tersebut. Diskominfo mencatat masih ada 400-an area di provinsi itu yang masih nihil sinyal alias blank spot.
Pihaknya mengajak para penyedia layanan internet menyiapkan layanan meskipun hal itu tetap tergantung kepentingan bisnis mereka. Artinya jika daerah itu memiliki potensi bisnis maka mereka siap menmbangun jaringan.
Diskominfo juga bisa memanfaatkan layanan internet satelit seperti yang dilakukan Diskominfo Kabupaten Bone, sebagai upaya meningkatkan digitalisasi daerah yang belum terlayani jaringan sehingga mampu mendukung program Desa Antikorupsi di Sulsel.
Selain penguatan informasi laman, para kepala desa di Sulsel berkomitmen memperkuat kualitas pelayanan publik dengan memberikan layanan yang mudah, seperti pengurusan KTP, kartu keluarga (KK), pengurusan surat tanah, dan pengurusan administrasi lainnya.
Kepala desa sepakat memberikan pelayanan tanpa penyimpangan prosedur dan yang paling dihindari jangan sampai aparat desa menyalahgunakan wewenang dengan permintaan uang/barang/jasa dan diskriminasi.
“Sebanyak 21 desa yang kami ajukan telah melalui verifikasi dan memang secara umum tidak pernah tersangkut persoalan korupsi,” ujar Akbar.
Melalui program desa antikorupsi, KPK menekankan pentingnya peningkatan integritas aparat desa. Desa merupakan ujung tombak termasuk dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Untuk itu, KPK berharap budaya antikorupsi bisa dimulai dari desa kemudian dilanjutkan ke kecamatan, kota, hingga tingkat provinsi.
Dalam upaya pencegahan, peran kepala desa dan aparatur desa penting dengan dukungan dan partisipasi masyarakat untuk aktif dalam upaya pemberantasan korupsi.
Upaya pelibatan desa dalam pemberantasan korupsi juga merupakan suatu amanat yang memiliki dasar sebagaimana diatur oleh UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pertimbangan para kepala desa perlu dilibatkan dalam kegiatan itu karena meningkatnya kasus yang menjerat para kepala desa di Indonesia. Data menyebutkan sepanjang tahun 2015 — 2022, tercatat 851 kasus yang ditangani KPK, dengan 973 pelaku dan di antaranya kepala desa serta perangkatnya.
Modus korupsi di desa sendiri cukup beragam, seperti penggelembungan anggaran (markup), proyek fiktif, laporan fiktif, penggelapan dana, dan penyalahgunaan anggaran.
Khusus Sulsel, kasus korupsi yang melibatkan kepala desa juga cukup banyak dan kini diproses, di antaranya Kepala Desa Barang Palie, Kecamatan Lasinrang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, atas nama Baharuddin.
Oknum kades ini telah ditetapkan tersangka pada Juni 2023 terkait kasus korupsi anggaran dana desa (ADD) yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp600 juta.
Selanjutnya Kades Rante Balla, Kabupaten Luwu inisal ET dijerat pasal 12 huruf e tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. ET diduga menyalahgunakan jabatannya selaku kepala desa untuk memungut biaya setiap menerbitkan surat keterangan tanah dan surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) pada warga.
Selanjutnya Kejaksaan Negeri Sengkang, pada 2023, juga menetapkan Kepala Desa Sakkoli sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana ganti rugi pengadaan lahan untuk pembangunan jaringan irigasi D.I. Gilireng di Desa Sakkoli, Kecamatan Sajoanging, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.
Kepala Seksi Intel Kejari Sengkang Mirdad Danial, mengatakan penetapan tersangka SH atas kasus tindak pidana korupsi pada ganti rugi dalam pengadaan lahan untuk pembangunan jaringan irigasi D.I. Gilireng Tahun Anggaran 2021, dengan nilai kerugian negara sekitar Rp754 juta lebih.
Syarat desa antikorupsi
Plh. Direktur Pembinaan Peran serta Masyarakat KPK Fries Mount Wongso, mengatakan penilaian untuk menjadi desa antikorupsi terfokus pada pemenuhan lima komponen dan 18 indikator.
Tim penilai KPK selanjutnya akan melakukan pengecekan dokumen 18 indikator desa antikorupsi, kunjungan ke pelayanan desa, serta kunjungan ke lapangan dan masyarakat di 21 desa tersebut.
Bagi desa yang pernah terjerat kasus korupsi, KPK menegaskan tidak bisa mengikuti program percontohan desa antikorupsi, minimal hingga 3 tahun ke depan.
Jika KPK telah menetapkan desa tersebut, kemudian ada kasus dan dinaikkan perkaranya ke pengadilan oleh aparat penegak hukum, maka KPK langsung mencabut statusnya.
KPK tidak menerima secara mentah-mentah, kita penapisan (screening) ulang. Pihaknya minta data rilis tipikor dari polda dan polres terkait kepala desa tersebut. Selanjutnya akan diperbarui lagi sebelum ditentukan pada akhir tahun ini.
“Kita lihat latar belakang kades pada 2 — 3 tahun terakhir sebelum terima pengusulan desa antikorupsi. Bagi desa yang berkasus, 2 tahun baru pemutihan dan kemudian bisa kembali mengajukan,” ujarnya.
Agen KPK
KPK menyebutkan jumlah personel komisi antirasuah yang hanya sekitar 2.000-an tentu tidak mampu menyiapkan sumber daya manusia (SDM) untuk ditugaskan memantau dan mengawasi setiap kabupaten dan kota di Indonesia.
Untuk itu, KPK mengajak pemprov dan pemkab agar membantu menyediakan agen untuk ditempatkan di desa-desa demi menghindari penyalahgunaan dana desa dan kebijakan lainnya.
KPK juga mengusulkan daerah membentuk tim penyuluh antikorupsi (paksi). Adapun biaya honor penyuluh disesuaikan kemampuan daerah.