Dituding Cemari Lingkungan, PT BMS Tegaskan Limbahnya tidak Beracun, juga Alokasikan Rp140 Juta/Tahun untuk Uji Laboratorium

SUARAPELOSOK.COM, LUWU – PT Bumi Mineral Sulawesi (BMS) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Luwu dan Mahasiswa pada Jumat, 21 Maret 2025 lalu menanggapi tudingan bahwa pihaknya membuang limbah slag, hasil peleburan logam dari produksi ke wilayah Desa Bukit Harapan, Kecamatan Bua.

Dalam RDP tersebut, Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Luwu Raya (Amdal) menyuarakan bahwa PT BMS membuang slag ke wilayah masyarakat dan menganggapnya beracun. Menurutnya, lokasi pembuangan limbah slag PT BMS dapat menyebarkan limbah hingga ke laut dan merusak ekosistem laut.

Menaggapi itu, PT BMS pun menegaskan bahwa limbah tersebut tidak lagi termasuk kategori limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). “Jika kita merujuk pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 22 tahun 2021. PT BMS memastikan tidak membuang limbah beracun seperti yang disuarakan oleh aliansi mahasiswa.” ujar Tri yang merupakan Devisi Lingkungan PT BMS.

Lanjutnya, “Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 22 Tahun 2021, limbah slag jenis N101 sudah tidak lagi dikategorikan sebagai limbah B3, jadi kami sampaikan kepada para mahasiswa dan masyarakat Luwu pada umumnya bahwa PT BMS memastikan dan terus memperhatikan agar lingkungan tetap aman.”

PT BMS juga membuka ruang untuk tim investigas jika diperkukan, untuk melihat langsung atau memastikan keadaan limbah yang kami hasilkan apakah benar termasuk merusak lingkungan, yang jelas kami pastikan bahwa perlu memperhatikan Peraturan Pemerintah RI Nomor 22 Tahun 2021.

Limbah slag juga berpotensi untuk bisa dimanfaatkan kembali. BMS dalam hal ini sudah memanfaatkan kembali limbah Slag menjadi bahan campuran beton untuk proses konstruksi di pabrik. Dan saat ini sedang membangun pabrik batako yang nanti akan menggunakan limbah slag sebagai bahan baku. Harapannya nanti produksi batakonya bisa di CSR kan ke masyarakat sekitar.

Meski demikian tambah Tri, perusahaan tetap melaporkan volume limbah slag kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sebagai bentuk tanggung jawab sosial.

“Setiap tahun, kami mengalokasikan Rp140 juta untuk memastikan limbah yang dihasilkan tidak tergolong limbah B3. Anggaran ini digunakan untuk uji laboratorium agar slag yang dihasilkan aman bagi masyarakat,” ungkapnya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, slag nikel jenis N101 dari proses peleburan bijih nikel dikategorikan sebagai limbah B3 non-terdaftar. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content