SUARAPELOSOK.COM, PADANG – Jumlah korban yang meninggal dunia akibat erupsi Gunung Marapi di Sumatra Barat terus bertambah. Menurut laporan Basarnas, total korban meninggal kini berjumlah 22 orang.
Jumlah korban meninggal bertambah karena pada Selasa (05/12), Basarnas telah menemukan sembilan dari 10 korban yang sebelumnya dilaporkan hilang.
“Sembilan dari 10 orang yang dilaporkan tadi siang telah ditemukan dalam keadaan meninggal dunia,” kata kata Juru Bicara Basarnas Arief Pratama.
Arief berkata, Basarnas dan tim gabungan akan melanjutkan pencarian pada Rabu besok untuk satu korban yang belum ditemukan.
Arief menambahkan dari total 22 korban meninggal itu, 13 di antaranya sudah berada di rumah sakit. Adapun sembilan jenazah yang baru ditemukan masih dalam proses evakuasi.
Peristiwa erupsi Gunung Marapi berdampak pada 75 pendaki. Rinciannya adalah:
40 orang telah dievakuasi dan kembali ke rumah masing-masing
22 orang ditemukan meninggal dunia
12 korban luka-luka menjalani perawatan di rumah sakit
1 orang masih dalam pencarian
Sebelumnya, Kepala Basarnas Padang, Abdul Malik, pada Selasa siang menyatakan tim gabungan menemukan dua pendaki dalam kondisi meninggal.
“Saat ini sampai pukul 12 [siang], [korban meninggal] sudah di-packing, sudah dimasukkan ke body bag, sudah proses evakuasi,” kata Abdul Malik saat ditemui wartawan Halbert Caniago yang melaporkan untuk BBC News Indonesia di kaki Gunung Marapi, Sumatra Barat.
Abdul mengatakan, di pos puncak gunung terdapat terdapat delapan jenazah yang sedang dibawa turun. “Sedang dievakuasi ke bawah. Tim yang di bawah akan menyambut yang di atas,” tambah Abdul.
Ia melanjutkan, tantangan evakuasi pada Selasa (05/12) adalah Marapi masih mengalami “lima kali erupsi sejak pagi”. “Tadi abu vulkanik turun sampai kaki bukit,” kata Abdul.
Hal ini membuat jarak pandang tim evakuasi terganggu. Namun, siang ini “kondisi cukup cerah”, sehingga memungkinkan untuk mengevakuasi delapan korban meninggal dari atas gunung.
Pada hari ketiga evakuasi korban yang terperangkap erupsi Gunung Marapi, Provinsi Sumatra Barat, tim SAR gabungan melibatkan 200 anggota untuk menjangkau area pencarian seluas lebih dari lima kilometer persegi.
“Pencarian dilaksanakan dengan luas area pencarian radius 800 meter dari jalur pendakian Gunung Marapi, dengan koordinat area pencarian kurang lebih 5,3 kilometer persegi,” kata Arief Pratama, juru bicara Basarnas dalam keterangan tertulis, Selasa (05/12).
Data yang dirilis Basarnas, pada Selasa (05/12), pukul 07:00 WIB, menyebutkan total korban yang seluruhnya pendaki sebanyak 75 orang.
Perkembangan terbaru menyebutkan, korban meninggal menjadi 13 orang, dan 10 masih dalam pencarian.
Sejak kemarin, mulai dari siang hingga malam, tim SAR gabungan fokus untuk membawa lima korban meninggal dari pos di ketinggian 2.000 meter.
Sebagian dari pendaki yang selamat mengalami luka bakar, patah tulang, dan dirawat di rumah sakit di Padang Panjang dan Bukittinggi.
Gunung Marapi terletak di Kabupaten Agam dan Tanah Datar dengan ketinggian 2.891 meter dari permukaan laut.
Bagaimana kondisi di lapangan?
Seorang tim evakuasi Marapi, Syahlul Munal yang berada di lokasi mengatakan, saat ini korban meninggal yang tersisa masih berada di ketinggian “2.000an” meter.
“Ditemukan tim SAR, lokasinya pisah-pisah. Ada yang di pinggir jurang, ada yang di jalur pendakian, ada yang dekat lapangan bola – ini istilahnya lapangan puncaknya,” kata Munal kepada BBC News Indonesia, Senin (04/12).
Sejauh ini Tim SAR gabungan memprioritaskan untuk mengevakuasi korban meninggal.
“Kalau yang 12 [hilang] ini, belum bisa dilakukan pencarian karena fokus 11 [meninggal] ini. Tunggu dulu gunung ini agak tenang, ditarik turun,” tambah Munal.
Saat ini tim masih berada di posko di atas gunung, dan bekerja secara bergiliran selama 1×24 jam.
Persoalan yang dihadapi, karena saat ini erupsi gunung masih terus berlangsung, dan jalur evakuasi licin.
“Kita rolling terus. Kalau ada celah untuk gunung nyaman, itu bisa menarik korban meninggal secepat mungkin. Kita berpacu dengan waktu,” kata Munal.
Tim SAR melakukan evakuasi korban erupsi Gunung Marapi yang mengalami luka bakar di jalur pendakian proklamator, Nagari Batu Palano, Agam, Sumatera Barat, Senin (04/12).
Cerita korban selamat Gunung Marapi
Tiga video yang menggambarkan tiga pendaki terjebak erupsi Gunung Marapi viral di media sosial.
Mereka merekam diri dengan kondisi kepayahan dan butuh pertolongan karena hampir seluruh badan dipenuhi abu vulkanik.
Salah satu dari korban itu adalah Zhafirah Zahrim Febrina, mahasiswa semester tiga Politeknik Negeri Padang.
Bibi dari Zhafirah, Rani Radelani, bercerita video itu direkam oleh keponakannya yang berada di Cadas -area bebatuan yang menjadi leher Gunung Marapi sekitar pukul 16.30 WIB.
Dia meminta Ife -panggilan Zhafirah- merekam dirinya sebagai bukti untuk dikirim ke tim Basarnas agar segera dilakukan pencarian dan evakuasi.
“Jadi kami tahu [keberadaannya] karena dia telepon pakai handphone temannya. Dia kontak ayahnya dan ada saya di situ. Ayahnya langsung berangkat ke Bukittinggi dan saya terus hubungi Zhafirah untuk pastikan lokasinya,” ungkap Rani kepada BBC News Indonesia.
Di telepon WhatsApp, atlet silat itu tak berhenti menangis, kata Rani.
Ife juga mengeluh kulitnya panas kena abu vulkanik.
Tapi Rani mencoba menguatkan keponakannya agar tidak menyerah dan mencoba turun pelan-pelan.
“Dia bilang ketakutan, panas, kedinginan, kehausan. Dia bilang, ‘Ife haus…'”.
“Saya bilang kamu harus kuat, kamu tangguh, fokus, coba turun pelan-pelan. Tapi karena dirasa nyasar, dia balik lagi ke titik tadi. Saya pesan amankan baterai handphone, gunakan shareloc ke tim SAR.”
“Jadi komunikasi dengan dia masih oke, tidak linglung dan sadar.”
Komunikasi terakhir dengan Zhafirah sekitar pukul 18.00 WIB karena baterai telepon selular itu habis.
Sepanjang malam hingga subuh, seluruh keluarga terus mencari tahu kabarnya apakah sudah ditemukan atau belum.
Sampai pada Senin (04/12) kira-kira pukul 04.00 WIB, seorang yang diduga anggota pencari membuat siaran langsung di TikTok.
Dari situlah mereka mengenali wajah Ife yang sedang dibopong.
“Karena tahu ada Ife di video TikTok itu, kami baru lega…”
Dari informasi Ayah Ife, keponakannya itu mengalami luka bakar di sekitar wajah dan kaki namun belum bisa diajak ngobrol panjang karena trauma.
“Paling kami tanya bagaimana masih sakit tidak? Dijawab enggak, kasih jempol aja… karena ada luka robek di kepala mungkin kena benturan.”
Sepengetahuan Rani, keponakannya itu berangkat untuk mendaki Gunung Marapi pada Jumat (01/12) bersama teman-teman satu kampus.
Total mereka berangkat 10 orang.
Dan pendakian tersebut adalah pengalaman pertama Ife.
“Ini pengalaman pertamanya naik gunung setahu saya. Tapi teman-temannya sudah biasa. Jadi mungkin karena itu merasa yakin.”
Kesaksian warga sekitar Gunung Marapi
Erupsi Gunung Marapi yang berlangsung pada Minggu sekitar pukul 14.57 WIB mengejutkan warga sekitar lantaran tiba-tiba terasa guncangan yang cukup keras sebelum munculnya awan hitam.
Seorang warga, Novelya Wirda yang tinggal satu kilometer dari kaki gunung bercerita, guncangan tersebut terasa selama 10 sampai 15 detik.
Setelah itu, ia melihat awan hitam membumbung tinggi.
“Saat itu langit langsung berubah menjadi gelap seperti saat magrib dan tidak lama setelah itu langsung turun hujan batu,” ucapnya kepada kepada wartawan Halbert Caniago yang melaporkan untuk BBC Indonesia.
Hujan batu tersebut turun bersama bebatuan kerikil dengan ukuran yang cukup besar seperti pasir yang biasa digunakan untuk bahan bangunan.
“Bahkan ada juga kerikilnya berukuran sebesar jempol kaki orang dewasa yang menghantam rumah warga sehingga membuat atapnya bocor,” katanya.
Hujan batu berlangsung kurang lebih 30 menit dan setelahnya reda diikuti hujan gerimis.
Saat kejadian tersebut dia sangat khawatir kalau-kalau Gunung Marapi akan meletus dan mengeluarkan lahar.
Pasalnya ia mencium bau belerang yang sangat menyengat dan membuatnya kesulitan bernapas meskipun berada di dalam rumah.
Meski begitu katanya, belum ada warga yang mengalami batuk atau mengalami gangguan kesehatan. Kegiatan sehari-hari warga berjalan seperti biasa tapi disarankan mengenakan masker saat keluar rumah.
Dia berharap pemda bergerak cepat menginformasi kepada warga sekitar soal apa yang harus dilakukan di tengah situasi erupsi Gunung Marapi.
Mengapa BKSDA memberi izin pendakian?
Seluruh korban erupsi Marapi adalah pendaki gunung, menurut laporan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat.
PLH BKSDA Sumatera Barat, Dian Indriati, mengatakan 75 orang tersebut tercatat pada pendaftaran online pendaki Gunung Marapi mulai hari Jumat hingga Minggu pagi.
Dian Indriati menuturkan pihaknya memberikan izin pendakian Gunung Marapi karena adanya kesepakatan dengan semua pihak terkait di antaranya pemda dan Basarnas.
Selain itu BKSDA Sumbar juga sudah menyosialisasikan aturan dalam melakukan pendakian. Seperti tidak boleh mendekati kawah dan minimal pendakian berjumlah tiga orang.
Ia juga menyatakan untuk tanggap darurat, sudah ada posko siaga nagari dan juga rambu-rambu di setiap jalur pendakian.
“Kami juga menentukan bahwa pendaki yang dibolehkan melakukan pendakian hanya yang memiliki mitigasi dan adaptasi bencana,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Apa yang terjadi pada Gunung Marapi?
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Hendra Gunawan, menjelaskan Gunung Marapi sudah berstatus Waspada sejak tahun 2011.
Itu artinya warga direkomendasikan dilarang mendekat dalam radius tiga kilometer dari puncak gunung.
Status waspada dan jarak tiga kilometer tersebut diputuskan melalui pertimbangan yang matang dan analisis data.
“Dari hasil pengamatan ahli kita menyebutkan jarak tiga kilometer itu sudah jarak aman buat pendaki apabila terjadi erupsi yang sifatnya mendadak. Masyarakat masih ada jarak untuk menghindar,” jelasnya kepada BBC News Indonesia.
“Dan info dari relawan di sana dilaporkan yang di daerah vegetasi relatif tidak terdampak. Jadi jarak tiga kilometer itu jauh.”
Catatan PVMBG, aktivitas vulkanik Gunung Marapi paling sering terjadi di dekat permukaan yang diakibatkan oleh akumulasi gas yang dekat dengan dasar kawah.
Gas itu, sambungnya, terakumulasi pelan-pelan dan tidak terdeteksi.
Ketika sudah waktunya gas terkumpul maka akan mengeluarkan erupsi.
Peristiwa seperti itu, katanya, terjadi pada 2004 dengan jeda 2-4 tahun yakni di tahun 2006 dan 2009. Kemudian terakhir pada 2017 silam tapi tidak memakan korban jiwa.
“Karakter erupsi Gunung Marapi ini sifatnya di puncak saja yang berbahaya.”
“Namun butuh waktu untuk erupsi, tapi segitu-gitu aja erupsinya. Tapi meskipun kecil, tetap jangan dekati kawah, itu kuncinya,” tegas Hendra Gunawan.
Letusan yang terjadi kemarin, diduga adalah erupsi freatik atau letusan ledakan uap yang terjadi ketika magma memanaskan air tanah atau air permukaan.
Kendati demikian untuk memastikannya dia bakal menurunkan tim demi mencari bukti lebih jauh. Pasalnya erupsi Gunung Marapi yang meletus kemarin mencapai radius tiga kilometer.
Merujuk pada data yang terekam di pos pengamatan tidak ada tanda-tanda peningkatan gempa ketika erupsi pada Minggu (04/12).
Adapun gempa, jelasnya, mengindikasikan adanya dorongan dari kedalaman gunung mengeluarkan muntahan material vulkanik.
Meski tidak ada peringatan erupsi seperti pada bencana tsunami, namun rekomendasi berupa status “Waspada” sejak 2011 sebetulnya sudah menjadi tanda “peringatan keras” yang mesti dipatuhi pihak terkait seperti pemda.
Sebab bagaimanapun PVMBG, sebutnya tak punya kewenangan menutup pendakian.
“Masalahnya kita berhadapan dengan masalah lupa. Jadi tidak takut atau waspada lagi karena tahunya erupsi dua atau empat tahun lagi.”
“Ditambah selama setahun tidak ada erupsi, jadi dianggap aman dan tidak ada tanda apa-apa. Itu yang kami khawatirkan.”
“Sementara kita tidak tahu waktunya kapan [erupsi] dan tidak ada tanda-tanda, meskipun kita tahu ada proses [erupsi]”. (bbc/*)